
Rendang selama ini dikenal sebagai salah satu ikon kuliner Indonesia yang mendunia. Bahkan, CNN pernah menobatkannya sebagai makanan terenak di dunia. Umumnya, masyarakat mengenal rendang dalam bentuk rendang daging sapi, ayam, telur, atau lokan. Namun, di Nagari Pematang Panjang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, terdapat varian rendang yang tak banyak diketahui orang, yakni rendang belalang, sebuah sajian khas yang hanya bisa ditemukan di Sijunjung. Meskipun jarang dikenal rendang belalang ini memiliki potensi menjadi lebih terkenal karena keunikannya dan trend global terhadap pangan berbasis serangga semakin meningkat karena faktor keberlanjutan dan kesehatan , sehingga berpotensi menjadi produk ekspor khas indonesia, khususnya di nagari Pematang Panjang, Kabupaten Sijunjung. Yarlisna Yati yang kerap dipanggil Mak Yar selaku pemilik rumah sebagai posko KKN Unand mengajak tim mahasiswa KKN Unand di Pematang Panjang untuk melihat proses pembuatan rendang belalang mulai dari pengenalan alat dan bahan yang digunakan sampai rendang siap untuk disantap.
Berbeda dengan rendang daging yang lebih populer pada umumnya. Rendang belalang memiliki keunggulan tersendiri. Dari segi gizi, belalang ternyata memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, mencapai sekitar 24 persen lebih tinggi dibandingkan protein pada daging sapi, domba, maupun unggas, yang sangat bermanfaat untuk membangun otot dan memperbaiki jaringan tubuh. Kandungan lemaknya pun sangat rendah, hanya sekitar 1,5 persen, sehingga menjadi sumber protein yang sehat. Dr. Fitrini, S.P., M.Ec selaku DPL dari tim mahasiswa KKN Unand di nagari Pematang Panjang juga ikut menyarankan mahasiswanya untuk ikut serta dalam melihat proses pembutan rendang belalang.
Rendang belalang memiliki rasa yang unik, rasanya cenderung gurih, manis, dan krispi seperti udang kering. Rendang belalang kaya akan zat besi, zinc, asam amino esensial, dan vitamin B yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Dan produksinya yang ramah lingkungan hanya memerlukan sumber daya seperti air, pakan dan lahan, yang jauh lebih sedikit dibanding peternakan sapi atau ayam, sehingga lebih berkelanjutan. Tim mahasiswa KKN Unand juga ikut mencoba bagaimana rasa rendang belalang tersebut.
Proses pembuatan rendang belalang dimulai dari kegiatan berburu belalang di sawah yang telah selesai masa panennya. Kegiatan ini biasanya dilakukan warga secara berkelompok, membawa obor atau senter sebagai penerang, serta botol bekas untuk menampung hasil tangkapan. Namun, tidak semua jenis belalang bisa dikonsumsi. Salah satu yang dihindari adalah belalang kunyit karena rasanya yang pahit dan tidak cocok diolah menjadi makanan. Sebelum dimasak menjadi rendang, belalang yang sudah ditangkap akan disangrai terlebih dahulu untuk menghilangkan bau menyengat. Setelah itu, bagian kaki dan sayap dibuang agar teksturnya lebih nyaman saat dimakan. Proses memasak rendang belalang sama seperti rendang pada umumnya. Bumbu yang digunakan meliputi cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, dan serai yang dihaluskan.
Tahapan memasaknya dimulai dengan menyiapkan kuali besar yang diletakan di atas tungku kayu bakar, karena akan memberikan aroma khas yang tidak dapat digantikan oleh kompor modern. Didalam kuali tersebut santan segar dimasukkan dan direbus perlahan hingga mulai mendidih, setelah itu bumbu halus yang terbuat dari campuran rempah-rempah pilihan seperti cabai, bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, jahe, dan serai ditambahkan ke dalam santan. Perpaduan ini kemudian dimasak sambil terus diaduk, agar santan tidak pecah dan bumbu merata, hingga teksturnya mengental dan mengeluarkan aroma harum yang menggugah selera.
Belalang yang telah melalui proses pembersihan menyeluruh termasuk membuang sayap dan kaki kemudian dimasukkan ke dalam kuali. Dengan gerakan perlahan, belalang diaduk bersama bumbu dan santan, memastikan setiap bagian terselimuti rempah dengan sempurna. Proses memasak ini membutuhkan kesabaran, karena memakan waktu lebih dari dua jam di atas api kecil. Selama waktu tersebut, rasa dari bumbu perlahan meresap ke dalam daging belalang, sementara santan dan rempah-remah mengalami proses karamalisasi yang memberikan rasa gurih dan pekat. Hasil akhirnya adalah rendang belalang dengan warna cokelat kehitaman khas, tekstur kering, dan cita rasa kaya yang memadukan gurih, pedas, dan sedikit manis. Proses panjang ini bukan hanya sekadar memasak, melainkan bagian dari tradisi kuliner yang diwariskan secara turun-temurun di Nagari Pematang Panjang, Sijunjung, menjadikannya warisan rasa yang istimewa dan penuh makna.
Rendang belalang bukan hanya menarik perhatian karena bahan bakunya yang tidak biasa, tetapi juga karena nilai budaya dan kearifan lokal yang melekat di dalamnya. Di Kabupaten Sijunjung, khususnya di Nagari Pematang Panjang, kuliner ini lahir dari tradisi panjang yang terjalin erat dengan kehidupan masyarakat setempat. Proses mendapatkan bahan bakunya, yakni belalang, bukan sekadar aktivitas mencari makanan, tetapi telah menjadi bagian dari interaksi sosial yang mempererat hubungan antarwarga. Saat musim panen tiba atau menjelang sore hari, warga sering berkumpul di persawahan untuk berburu belalang. Kegiatan ini dilakukan dengan suasana penuh canda, gotong royong, dan saling berbagi hasil tangkapan. Tradisi ini tidak hanya menumbuhkan rasa kebersamaan, tetapi juga menjadi bentuk nyata dari kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara berkelanjutan.
Rendang belalang kemudian diolah menggunakan resep yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Proses memasaknya yang memakan waktu berjam-jam mencerminkan kesabaran dan kecintaan masyarakat terhadap masakan mereka. Hasilnya adalah hidangan dengan cita rasa gurih, tekstur renyah namun lembut, dan aroma rempah yang khas. Bagi para penikmat kuliner, rendang belalang menawarkan pengalaman gastronomi yang langka. Kelezatan dan keunikan rasanya mampu memikat lidah, sementara cerita dan nilai budaya di baliknya memberikan dimensi yang lebih dalam dari sekadar hidangan. Untuk memperkenalkan rendang belalang, tim mahasiswa KKN Unand di Pematang Panjang membuat program kerja yaitu video profil nagari, dimana salah satu isi video profil tersebut menginformasikan mengenai pembuatan rendang belalang. Dan dengan adanya video profile nagari tersebut dapat membantu memperkenalkan rendang belalang ke masyarakat luas.
Berbeda dengan rendang daging yang lebih populer pada umumnya. Rendang belalang memiliki keunggulan tersendiri. Dari segi gizi, belalang ternyata memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, mencapai sekitar 24 persen lebih tinggi dibandingkan protein pada daging sapi, domba, maupun unggas, yang sangat bermanfaat untuk membangun otot dan memperbaiki jaringan tubuh. Kandungan lemaknya pun sangat rendah, hanya sekitar 1,5 persen, sehingga menjadi sumber protein yang sehat. Dr. Fitrini, S.P., M.Ec selaku DPL dari tim mahasiswa KKN Unand di nagari Pematang Panjang juga ikut menyarankan mahasiswanya untuk ikut serta dalam melihat proses pembutan rendang belalang.
Rendang belalang memiliki rasa yang unik, rasanya cenderung gurih, manis, dan krispi seperti udang kering. Rendang belalang kaya akan zat besi, zinc, asam amino esensial, dan vitamin B yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Dan produksinya yang ramah lingkungan hanya memerlukan sumber daya seperti air, pakan dan lahan, yang jauh lebih sedikit dibanding peternakan sapi atau ayam, sehingga lebih berkelanjutan. Tim mahasiswa KKN Unand juga ikut mencoba bagaimana rasa rendang belalang tersebut.
Proses pembuatan rendang belalang dimulai dari kegiatan berburu belalang di sawah yang telah selesai masa panennya. Kegiatan ini biasanya dilakukan warga secara berkelompok, membawa obor atau senter sebagai penerang, serta botol bekas untuk menampung hasil tangkapan. Namun, tidak semua jenis belalang bisa dikonsumsi. Salah satu yang dihindari adalah belalang kunyit karena rasanya yang pahit dan tidak cocok diolah menjadi makanan. Sebelum dimasak menjadi rendang, belalang yang sudah ditangkap akan disangrai terlebih dahulu untuk menghilangkan bau menyengat. Setelah itu, bagian kaki dan sayap dibuang agar teksturnya lebih nyaman saat dimakan. Proses memasak rendang belalang sama seperti rendang pada umumnya. Bumbu yang digunakan meliputi cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, dan serai yang dihaluskan.
Tahapan memasaknya dimulai dengan menyiapkan kuali besar yang diletakan di atas tungku kayu bakar, karena akan memberikan aroma khas yang tidak dapat digantikan oleh kompor modern. Didalam kuali tersebut santan segar dimasukkan dan direbus perlahan hingga mulai mendidih, setelah itu bumbu halus yang terbuat dari campuran rempah-rempah pilihan seperti cabai, bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, jahe, dan serai ditambahkan ke dalam santan. Perpaduan ini kemudian dimasak sambil terus diaduk, agar santan tidak pecah dan bumbu merata, hingga teksturnya mengental dan mengeluarkan aroma harum yang menggugah selera.
Belalang yang telah melalui proses pembersihan menyeluruh termasuk membuang sayap dan kaki kemudian dimasukkan ke dalam kuali. Dengan gerakan perlahan, belalang diaduk bersama bumbu dan santan, memastikan setiap bagian terselimuti rempah dengan sempurna. Proses memasak ini membutuhkan kesabaran, karena memakan waktu lebih dari dua jam di atas api kecil. Selama waktu tersebut, rasa dari bumbu perlahan meresap ke dalam daging belalang, sementara santan dan rempah-remah mengalami proses karamalisasi yang memberikan rasa gurih dan pekat. Hasil akhirnya adalah rendang belalang dengan warna cokelat kehitaman khas, tekstur kering, dan cita rasa kaya yang memadukan gurih, pedas, dan sedikit manis. Proses panjang ini bukan hanya sekadar memasak, melainkan bagian dari tradisi kuliner yang diwariskan secara turun-temurun di Nagari Pematang Panjang, Sijunjung, menjadikannya warisan rasa yang istimewa dan penuh makna.
Rendang belalang bukan hanya menarik perhatian karena bahan bakunya yang tidak biasa, tetapi juga karena nilai budaya dan kearifan lokal yang melekat di dalamnya. Di Kabupaten Sijunjung, khususnya di Nagari Pematang Panjang, kuliner ini lahir dari tradisi panjang yang terjalin erat dengan kehidupan masyarakat setempat. Proses mendapatkan bahan bakunya, yakni belalang, bukan sekadar aktivitas mencari makanan, tetapi telah menjadi bagian dari interaksi sosial yang mempererat hubungan antarwarga. Saat musim panen tiba atau menjelang sore hari, warga sering berkumpul di persawahan untuk berburu belalang. Kegiatan ini dilakukan dengan suasana penuh canda, gotong royong, dan saling berbagi hasil tangkapan. Tradisi ini tidak hanya menumbuhkan rasa kebersamaan, tetapi juga menjadi bentuk nyata dari kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara berkelanjutan.
Rendang belalang kemudian diolah menggunakan resep yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Proses memasaknya yang memakan waktu berjam-jam mencerminkan kesabaran dan kecintaan masyarakat terhadap masakan mereka. Hasilnya adalah hidangan dengan cita rasa gurih, tekstur renyah namun lembut, dan aroma rempah yang khas. Bagi para penikmat kuliner, rendang belalang menawarkan pengalaman gastronomi yang langka. Kelezatan dan keunikan rasanya mampu memikat lidah, sementara cerita dan nilai budaya di baliknya memberikan dimensi yang lebih dalam dari sekadar hidangan. Untuk memperkenalkan rendang belalang, tim mahasiswa KKN Unand di Pematang Panjang membuat program kerja yaitu video profil nagari, dimana salah satu isi video profil tersebut menginformasikan mengenai pembuatan rendang belalang. Dan dengan adanya video profile nagari tersebut dapat membantu memperkenalkan rendang belalang ke masyarakat luas.